Jumat, 01 April 2011

Kaitan Kisah Kaum Luth dan Laut Mati


Kaitan Kisah Kaum Luth dan Laut Mati (Deadsea Jordan)



Wahai saudari, sudikah saudari menerima kami sebagai tamu keluargamu? "Ujar salah seorang dari tiga malaikat yang menjelma sebagai pemuda tampan tinggi besar itu.

Si gadis yang sedari tadi begitu leka mencedok air dari sumur itu terkejut. Hampir saja timba yang sedang dipegangnya lucut ke dalam sumur. Wajahnya menjadi pucat. Lidahnya segera kelu. Dia tidak dapat berkata apa-apa. Hatinya tiba-tiba diserang bimbang. Kekhawatiran yang bukan disebabkan oleh kehadiran pemuda-pemuda kacak di hadapannya itu. Tetapi karena dia telah melakukan perubahan apa yang bakal terjadi jika mereka diterima bertamu di rumahnya.

Anak gadis Nabi Luth itu cukup arif dengan praktek buruk warga Sadum yang pantang melihat pria muda, berwajah tampan dan tinggi besar. Pasti anak muda itu menjadi korban untuk memuaskan nafsu serakah mereka. Pada mereka, wanita tidak ada daya tarik langsung. Pria hanya untuk pria, sedangkan wanita untuk wanita.

"Apa yang harus aku jawab kepada mereka," bisik si gadis itu sendiri. Dia menjadi begitu serba salah.

"Apakah kedatangan kami ini menganggu saudari?" Tanya pemuda itu kembali. "

"Oh tidak. Tapi ... bisakah tuan-tuan tunggu di sini sebentar. Biar saya beritahukan sebelumnya kepada bapak saya, "jawab si gadis terputus-putus. Dia mencapai bekas air yang letaknya penuh dan pulang dengan tergesa-gesa.

Demi mendengar kedatangan tiga tamu muda remaja itu, Nabi Luth mulai gusar dan merasa tidak tenteram. "Ini adalah hari yang amat sulit bagiku," kata Nabi Luth.

Beliau sangat mengerti apakah akibatnya seandai kedatangan para tamunya itu diketahui oleh kaumnya. Namun tabiatnya yang suka menerima tamu, tetap kuat mendesak meskipun risiko yang harus diterimanya sangat tinggi. Hari sudah menjelang malam, beliau sendiri pergi mengundang para tamunya itu.

Kepada istri dan putri-putrinya dipesan agar hal itu dirahasiakan, jangan sampai tersebar ke publik. Kelak mengundang bahaya yang besar. Sayangnya, si istri tidak mampu berlaku setia. Dihebahnya berita perihal tamu-tamu mereka kepada kaumnya.

Setelah mendengar berita yang menarik dan sangat ditunggu-tunggu itu, bergegas dan berpusu-pusulah mereka ke rumah Nabi Luth.

"Wahai Luth! Bukakan pintu ini dan serahkan anak-anak muda itu ke kami. Kami sangat membutuhkan mereka. Buka pintu ini cepat! "Salah seorang dari mereka menjerit-jerit sambil menendang daun pintu rumah Nabi Luth.

"Wahai Luth! Engkau larang kami dari mendekati anak muda, sebaliknya engkau sendiri menyimpan tiga orang pemuda, "jerit satu suara lainnya.

"Ya Allah, selamatkanlah kami," doa Nabi Luth sambil memandang ke arah para tamunya.

"Wahai kaumku! Aku ada anak gadis. Aku bersedia mengawinkan kamu dengan mereka jika kamu mau. Tinggalkanlah perlakuan buruk kamu selama ini. Dan janganlah kamu ganggu para tamu kami ini. "
Nabi Luth tidak henti-henti menasihati kaumnya.

"Ah! Usah ingin bersyarah di sini. Kami ke mari bukan untuk mendengar leteranmu. Kami ke sini untuk bersuka ria. "Suara-suara mereka kian tegas dan semakin tidak terkendali.

"Hai Luth! Engkau memang tahu kami tidak perlu ke wanita. Tapi kami yakin engkau tahu apa yang kami butuhkan sekarang. "

"Baik engkau serahkan mereka kepada kami segera. Kalau tidak kami akan pecah-pecahkan pintu ini. "

Nabi Luth tahu kemungkaran apa yang akan terjadi jika tamunya jatuh ke tangan mereka yang telah tenggelam dalam perlakuan yang melampaui batas itu. Beliau juga sadar, kalau dipertahankan sekalipun, mereka pasti mencoba untuk menerobos masuk. Kini, apa yang bisa dilakukan oleh Nabi Luth hanyalah berdoa kepada Allah SWT. Hanya karena Allah saja fokus terakhir, tempat beliau bertawakal dan tergantung harap.

Namun beliau temukan suatu keanehan; tidak terbayang sedikit pun tanda-tanda kekhawatiran di wajah para pemuda itu. Mereka terlihat begitu tenang dan bersahaja.

"Wahai Luth! Usah khawatir dengan ancaman mereka, "kata salah seorang dari pemuda itu. Nabi Luth seakan-akan tidak percaya dengan apa yang diucapkan oleh salah seorang tamunya. Beliau memandang tepat ke arah pemuda yang bersuara itu. Bunyi ketukan di pintu bertambah kuat dan keras.

"Wahai Nabi Allah! Sebenarnya kami adalah malaikat utusan Tuhanmu. Kami jamin mereka tidak akan dapat mengganggu kamu. Bawa keluarga dan pengikutmu keluar dari sini di akhir malam ini kecuali istrimu karena dia termasuk golongan yang durhaka. "

Kini, barulah Nabi Luth sadar bahwa pembalasan dari Allah atas sikap keterlaluan kaumnya telah hampir tiba .. Tepat ketika seperti yang ditentukan oleh Allah, penglihatan kaum yang durhaka itu ditarik, dan segera segalanya makin kelam, hitam. Setiap mata telah menjadi buta. Akibatnya, kondisi menjadi kebisingan-bingar dan bercelaru. Masing-masing jadi buntu dan hilang haluan, lantas bertemu satu sama lain.

Menjelang Subuh, tatkala Nabi Luth, beberapa keluarga dan pengikutnya sudah berada agak jauh dari perbatasan kota Sadum, maka turunlah azab Allah SWT. Allah memerintahkan malaikat memotong kedua perbatasan bumi warga Sadum itu dengan kedua sayapnya. Kemudian bumi itu diangkat tinggi ke langit dan diterbalikkan bagian yang atas ke bawah, yang bawah ke atas, lalu dihempas sekuat-kuatnya ke dasar bumi. Hancur berkecailah kota Sadum dan turut terkuburlah sama para praktisi homoseks di perut buminya.

Kemudian area itu dihujani pula oleh batu-batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi. Dan di dataran itu jugalah akhirnya terbentuknya sebuah lautan. Samudra yang disebut `Laut Mati`.



Ia adalah lambang kebesaran kerajaan Tuhan, juga sebagai tanda keadilan-Nya di dunia lagi agar manusia selalu mengagungkan dan membesarkan syariat-Nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar