Selasa, 07 Juni 2011

Proposal Thatha

BAB I
A. Latar Belakang
Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) telah dinyatakan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah meningkatkan kualitas manusia indonesia yang beriman dan bertaqwa tehadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, bertanggung jawab, mandiri, cerdas dan terampil serta sehat jasmani rohani.
Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan pendidikan nasional yang tertera dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tersebut membutuhkan usaha dan kerja keras yang terus menerus dan berkesinambungan serta melibatkan banyak cara atau proses dan berlangsung sepanjang waktu dan menuju pada suatu perubahan yaitu berupa pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan kebiasaan yang baru diperoleh individu, (Trianto, 2010: 16).
Idealnya pendidikan tidak hanya beriorientasi pada masa lalu dan masa kini, tetapi sudah seharusnya merupakan proses yang mengantisipasi dan membicarakan masa depan. Pendidikan hendaknya melihat jauh kedepan dan memikirkan apa yang akan dihadapi peserta didik dimasa yang akan datang, (Trianto, 2008: 3). Menurut Buchori (2011) (dalam Khabibah, 2006: 1), bahwa pendidikan yang baik adalah pendidikan yang tidak hanya mempersiapkan para siswanya untuk suatu profesi atau jabatan tetapi untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari.
Sampai saat ini proses pengajaran khususnya pengajaran matematika yang diajarkan oleh guru di kelas masih diselenggarakan dengan menggunakan pembelajaran konvensional. Pada pelajaran ini suasana kelas cenderung teacher-centered sehingga siswa menjadi pasif. Meskipun demikian guru lebih suka menerapkan model tersebut, sebab tidak memerlukan alat dan bahan praktik, cukup menjelasakan konsep-konsep yang ada pada buku ajar atau refrensi lain. Dalam hal ini siswa tidak diajarkan strategi belajar yang dapat memahami bagaimana belajar, berpikir, dan memotivasi diri sendiri, masalah ini banyak dijumpai dalam kegiatan proses belajar mengajar di kelas, oleh karena itu perlu menerapkan suatu strategi belajar yang dapat membantu siswa untuk memahami materi ajar dan aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari, (Trianto, 2010: 4).
SMP NW Kalijaga merupakan salah satu wilayah di Kecamatan Aikmel, pelaksanaan pembelajaran di SMP NW Kalijaga tempat melakukan observasi awal ditemukan beberapa permasalahan antara lain: 1) Pengajaran matematika yang diajarkan oleh guru di kelas masih diselenggarakan dengan menggunakan pembelajaran konvensional, 2) Masih mengandalkan model-model pembelajaran yang berpusat pada guru, 3) Siswa jarang atau hanya sebagaian kecil yang mengajukan pertanyaan, 4) Guru masih kurang menerapkan model pembelajaran sehingga siswa kurang termotivasi untuk belajar, 5) Suasana kelas cenderung teacher-centered sehingga siswa menjadi pasif, 6) Rendahnya prestasi belajar sering dijumpai, ini bisa kita lihat dari hasil belajar siswa dirasakan masih kurang, ini dibuktikan pada saat pemeriksaan hasil midle semester sebagian besar peserta didik mendapatkan nilai di bawah Standar Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 56.
Kenyataan di lapangan siswa hanya menghafal konsep dan kurang mampu menggunakan konsep tersebut jika menemui masalah dalam kehidupan nyata yang berhubungan dengan konsep yang dimiliki. Lebih jauh lagi bahkan siswa kurang mampu menentukan masalah dan merumuskannya
Berdasarkan uraian di atas maka diperlukan sebuah pendekatan pembelajaran sebagai solusi untuk bisa membantu menyelesaikan permasaslahan-permasalahan yang ada tersebut, khususnya mengarahkan para siswa untuk tidak mengharuskan siswa menghafal fakta-fakta, tetapi pendekatan yang mendorong siswa mengkonstruksikan pengetahuan dibenak mereka sendiri agar pengaruhnya yang tidak baik bagi pembangunan pengetahuan berpikir dan analisis siswa tidak berlanjut dengan tampa mengubah kurikulum yang sudah ada, (Trianto, 2010 : 25).
Ada beberapa pendekatan yang saat ini mulai dikembangkan dan diterapkan, salah satunya adalah pendekatan kontekstual atau yang lebih dikenal dengan CTL (Contextual Teaching and Learning). CTL dapat menjadi alternatif pendekatan yang digunakan sebagai solusi permasalahan yang dihadapi Guru SMP NW Kalijaga, karena hakikat pendekatan kontekstual dapat dipelajari sehingga dapat langsung diterapkan dalam proses pembelajaran. Selain itu, pengembangan strategi dalam pendekatan ini dapat menjadi pembelajaran berjalan lebih produktif dan bermakna tampa harus mengubah kurikulum dan tatanan yang ada (Trianto, 2010 : 25). Anak akan belajar lebih baik melalui kegiatan mengalami sendiri dalam lingkungan yang alamiah, belajar akan lebih bermakna jika anak “mengalami” apa yang dipelajarinya, bukan “mengetahui”-nya, (Rianto, 2010 : 159).
Paparan di atas menjadi latar belakang penulisan skripsi yang berjudul “Efektifitas penggunaan pendekatan kontekstual terhadap prestasi dan aktifitas belajar matematika pokok bahasan bangun ruang sisi lengkung pada siswa kelas IX SMP NW Kalijaga”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasi permasalahan-permasalahan dalam penelitian ini diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Rendahnya prestasi belajar matematika.
2. Guru masih menggunakan pembelajaran konvensional.
3. Pada proses kegitan pembelajaran matematika suasana kelas cenderung teacher-centered sehingga siswa menjadi pasif.
4. Masih mengandalkan model-model pembelajaran yang berpusat pada guru.
5. Pendekatan pembelajaran kontekstual belum dilaksanakan oleh guru dalam pelaksanaan pembelajaran.
6. Kurangnya tingkat keaktifan siswa dalam proses belajar matematika.


C. Batasan Masalah
Karena keterbatasan waktu, biaya dan kemampuan dari peneliti, maka peneliti membatasi penelitian ini pada:
1. Pembatasan Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas IX SMP NW Kalijaga tahun pelajaran 2011/2012.
2. Pembatasan Objek Penelitian
Objek penelitian ini terbatas pada masalah efektivitas penggunaan pendekatan kontekstual terhadap prestasi dan aktivitas belajar matematika pokok bahasan bangun ruang sisi lengkung pada siswa kelas IX SMP NW Kalijaga tahun pelajaran 2011/2012.
D. Rumusan Masalah
1. Apakah model pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning) efektif terhadap prestasi belajar matematika pokok bahasan bangun ruang sisi lengkung pada siswa kelas IX SMP NW Kalijaga tahun pelajaran 2011/2012.
2. Apakah model pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning) efektif terhadap aktivitas belajar matematika pokok bahasan bangun ruang sisi lengkung pada siswa kelas IX SMP NW Kalijaga tahun pelajaran 2011/2012.
3. Apakah terdapat perbedaan efektifitas model pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning) dengan pembelajaran konvensional terhadap prestasi dan aktivitas belajar matematika pokok bahasan bangun ruang sisi lengkung pada siswa kelas IX SMP NW Kalijaga tahun pelajaran 2011/2012.
E. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui keefektifan model pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning) terhadap prestasi belajar matematika pokok bahasan bangun ruang sisi lengkung pada siswa kelas IX SMP NW Kalijaga tahun pelajaran 2011/2012.
2. Untuk mengetahui keefektifan model pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning) terhadap aktivitas belajar matematika pokok bahasan bangun ruang sisi lengkung pada siswa kelas IX SMP NW Kalijaga tahun pelajaran 2011/2012.
3. Untuk mengetahui perbedaan efektifitas model pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning) dengan pembelajaran konvensional terhadap prestasi dan aktivitas belajar matematika pokok bahasan bangun ruang sisi lengkung pada siswa kelas IX SMP NW Kalijaga tahun pelajaran 2011/2012.
F. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Praktis
a. Dapat dijadikan acuan oleh kepala sekolah dalam memberikan supervisi untuk meningkatkan pembelajaran matematika.
b. Dapat dijadikan acuan bagi guru bidang studi, khususnya pelajaran matematika dalam menerapkan metodologi pengajaran
c. Sebagai bahan pertimbangan bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut.
2. Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan bagi peneliti dan kalangan yang merasa berkepentingan terhadap kajian permassalahan yang diangkat oleh peneliti selanjutnya.
b. Hasil penelitia ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pendidikan yang terkait dengan penerapan metode kontekstual terhadap aktivitas dan prestasi siswa.
c. Hasil penelitia ini diharapkan dapat menjadi bahan refrensi bagi para guru untuk mengembangkan proses belajar mengajar guna mencapai hasil belajar yang memuaskan.


BAB II
LANDASAN TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka
1. Hakikat Belajar
Pada dasarnya, belajar adalah masalah setiap orang. Dengan belajar maka pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, nilai, sikap, tingkah laku, dan semua perbuatan manusia terbentuk, disesuaikan dan dikembangkan (Trianto, 2008: 12). Oleh karena itu, banyak ahli yang mencoba memberikan definisi tentang belajar. Salah satu diantaranya memberikan batasan yaitu Degeng (Dalam Riyanto, 2009: 5) mengemukakan bahwa belajar merupakan pengaitan pengetahuan baru pada struktur kognitif yang sudah dimiliki si belajar. Selanjutnya, Gagne (Dalam Riyanto, 2009: 5) mengemukakan bahwa belajar merupakan peristiwa yang terjadi di dalam kondisi-kondisi tertentu yang dapat diamati, diubah, dan dikotrol.
Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman. (learning is defined as the modification or streng thening of behabivor through experiencing). Menurut pengertian ini belajar adalah merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas daripada itu, yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan melainkan perubahan kelakuan (Hamalik, 2010: 36).
Pengertian ini sangat berbeda dengan pengertian lain tentang belajar, yang menyatakan bahwa belajar adalah memperoleh pengetahuan; belajar adalah latihan-latihan pembentukan kebiasaan secaara otomatis, danseterusnya. Sejalan dengan perumusan di atas, ada pula tafsiran lain tentang belajar, yang menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan (Hamalik, 2010: 36).
Belajar hakikatnya adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari suatu proses belajar dapat diindikasikan dalam berbagai bentuk seperti berubah pengetahuan, pemahaman sifat dan tingkah laku, kecakapan, keterampilan, dan kemampuan, serta perubahan aspek-aspek yang lain yang ada pada individu yang belajar (Trianto, 2008: 12).
Belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup, sejak ia masih bayi sampai ke liang lahat nanti, Sadiman dkk (dalam Warsita, 2008: 62). Belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif permanen sebagai hasil pengalaman (bukan hasil perkembangan, pengaruh obat, atau kecelakaan) dan bias melaksanakannya pada pengetahuan lain serta mampu mengkomunikasikannya kepada orang lain, Pidarta (dalam Warsita, 2008: 62). Belajar merupakan suatu proses pribadi yang tidak harus dan atau merupakan akibat kegiatan belajar, Miarso (dalam Warsita, 2008: 63). Dari pengertian-pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa:
a) Situasi belajar harus bertujuan dan tujuan-tujuan itu diterima baik oleh masyarakat. Tujuan adalah salah satu aspek dari situasi belajar.
b) Tujuan dan maksud belajar timbul dari kehidupan anak sendiri.
c) Di dalam mencapai tujuan itu, siswa senantiasa akan menemui kesulitan dan rintangan dan situasi yang tidak menyenangkan.
d) Hasil belajar yang utama adalah pola tingkah laku yang bulat.
e) Prosses belajar terutama mengajarkan hal-hal yang sebenarnya. Belajar apa yang diperbuat dan mengerjakan apa yang dipelajari.
f) Kegiatan-kegiatan dan hasil-hasil belajar dipersatukan dan dihubungkan dengan tujuan dalam situasi belajar.
g) Siswa memberikan reaksi secara keseluruhan.
h) Siswa mereaksi suatu aspek dari lingkungan yang bermakna baginya.
i) Siswa diarahkan dan dibantu oleh orang-orang yang berbeda dalam lingkungan itu
j) Siswa diarahkan ke tujuan-tujuan lain, baik yang berkaitan maupun yang tidak berkaitan dengan tjuan utama dalam situasi belajar.
2. Pembelajaran Matematika
Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran, (Hamalik, 2010: 57).
Menurut Warsita (2008: 45) pembelajaran adalah suatu usaha untuk membuat peserta didik belajar atau suatu kegiatan untuk membelajarkan peserta didik. Dengan kata lain pembelajaran merupakan upaya menciptakan kondisi agar terjadi kegiatan belajar
Menurut Sardiman, dkk (1986: 7) pembelajaran merupakan usaha-usaha yang terencana dalam memanipulasi sumber-sumber belajar agar terjadi proses belajar dalam diri peserta didik. Sedangkan menurut Suprijono (2009: 11) pembelajaran berdasarkan makna leksikal berarti proses, cara, perbuatan mempelajari. Pada pembelajaran guru mengajar diartikan sebagai upaya guru mengorganisir lingkungan terjadinya pembelajaran.
Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas pasal 1 ayat 20, pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar (Sisdiknas, 2003: 7).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah segala upaya yang dilakukan oleh pendidik agar terjadi proses belajar pada diri peserta didik.
Menurut Sugandi, (2004: 18) matematika berfungsi mengembangkan kemampuan menghitung, mengukur, merumuskan dan menggunakan rumus matematika yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari melalui materi pengukuran dan geometri, aljabar dan trigonometri. Matematika juga berfungsi mengembangkan kemampuan mengkomunikasikan gagasan dengan bahasa melalui model matematika yang dapat berupa kalimat dan persamaan matematika, diagram, grafik atau tabel, (Sugandi, 2004: 18).
Tujuan pembelajaran matematika adalah:

a. Melatih cara berfikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukkan kesamaan, perbedaan, konsisten dan inkonsisten.
b. Mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi intuisi dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan serta mencoba-coba.
c. Mengembangkan kemampuan pemecahan masalah.
Mengembangkan kemampuan menyampaikan gagasan secara lisan, catatan grafik, peta, diagram dalam menjelaskan gagasan (Sugandi, 2004:19).
Jadi pembelajaran matematika adalah usaha sadar guru untuk membantu siswa dengan sebaik-baiknya agar mereka dapat belajar ilmu bilangan dan prosedur operasional yang digunakan dalam menyelesaikan masalah mengenai bilangan sesuai dengan kebutuhan dan minatnya.

3. Efektivitas Pembelajaran
a. Pengertian Efektivitas
Menurut Warsita (2008: 287), efektivitas menekankan pada perbandingan antara rencanadengan tujuan yang dicapai, suatu kegiatan dikatakan efektif bila kegiatan itu dilaksanakan pada waktu yang tepat dan mencapai tujuan yang diinginkan. Sedangkan menurut Miarso (dalam Warsita, 2008: 287), pembelajaran yang efektif adalah belajar yang bermanfaat dan bertujuan bagi peserta didik melalui pemakaian prosedur yang tapat,
Efektivitas berarti berusaha untuk dapat mencapai sasaran yang telah ditetapkan sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan, sesuai pula dengan rencana, baik dalam penggunaan data, sarana, maupun waktunya atau berusahan melalui aktivitas tertentu baik secara fisik maupun non fisik untuk memperoleh hasil yang maksimal baik secara kuantitatif maupun kualitatif (Said, 1981:83).
Sedangkan menurut Purwadarminta (1994: 32) “di dalam pengajaran efektivitas berkenaan dengan pencapaian tujuan, dengan demikian analisis tujuan merupakan kegiatan pertama dalam perencanaan pengajaran”.
b. Ciri-Ciri Efektivitas
keefektifan program pembelajaran ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut :
a. Berhasil menghantarkan siswa mencapai tujuan-tujuan instruksional yang telah ditetapkan.
b. Memberikan pengalaman belajar yang atraktif, melibatkan siswa secara aktif sehingga menunjang pencapaian tujuan instruksional.
Memiliki sarana-sarana yang menunjang proses belajar mengajar. Berdasarkan ciri program pembelajaran efektif seperti yang digambarkan diatas, keefektifan program pembelajaran tidak hanya ditinjau dari segi tingkat prestasi belajar saja, melainkan harus pula ditinjau dari segi proses dan sarana penunjang.
Aspek hasil meliputi tinjauan terhadap hasil belajar siswa setelah mengikuti program pembelajaran yang mencakup kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik. Aspek proses meliputi pengamatan terhadap keterampilan siswa, motivasi, respon, kerjasama, partisipasi aktif, tingkat kesulitan padapenggunaan media, waktu serta teknik pemecahan masalah yang ditempuh siswa dalam menghadapi kesulitan pada saat kegiatan belajar mengajar berlangsung. Aspek sarana penunjang meliputi tinjauan-tinjauan terhadap fasilitas fisik dan bahan serta sumber yang diperlukan siswa dalam proses belajar mengajar seperti ruang kelas, laboratorium, media pembelajaran dan buku-buku teks.
c. Kriteria Efektivitas
Efektivitas metode pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran.
Kriteria keefektifan dalam penelitian ini mengacu pada :
a. Ketuntasan belajar, pembelajaran dapat dikatakan tuntas apabila sekurang-kurangnya 75 % dari jumlah siswa telah memperoleh nilai = 60 dalam peningkatan hasil belajar (Nurgana, 1985:63).
b. Model pembelajaran dikatakan efektif meningkatkan hasil belajar siswa apabila secara statistik hasil belajar siswa menunjukkan perbedaan yang signifikan antara pemahaman awal dengan pemahaman setelah pembelajaran (gain yang signifikan).
4. Model Pembelajaran
Menurut Suprijono (2009: 46) Model pembelajaran adalah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial.
Menurut Senjaya (2008: 12) Apabila antara pendekatan, strategi, metode, teknik dan bahkan taktik pembelajaran sudah terangkai menjadi satu kesatuan yang utuh maka terbentuklah apa yang disebut dengan model pembelajaran. Jadi, model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.
Berkenaan dengan model pembelajaran, Bruce Joyce dan Marsha Weil (Dedi Supriawan dan A. Benyamin Surasega, 1990) mengetengahkan 4 (empat) kelompok model pembelajaran, yaitu: (1) model interaksi sosial; (2) model pengolahan informasi; (3) model personal-humanistik; dan (4) model modifikasi tingkah laku. Kendati demikian, seringkali penggunaan istilah model pembelajaran tersebut diidentikkan dengan strategi pembelajaran (Senjaya, 2008: 12).
Menurut Meyer (dalam Trianto, 2009: 21) model dimaknakan sebagai suatu objek atau konsep yang digunakan untuk mempresentasikan suatu hal, sesuatu yang nyata dan dikonversi untuk sebuah bentuk yang lebih komprehensip. Dalam matematika, kita juga mengenal istilah model matematika yaitu sebuah model yang bagian-bagiannya terdiri dari konsep matematik, seperti ketetapan (konstanta), variable, fungsi, persamaan, pertidaksamaan, dan sebagainya.
Menurut Joyce (dalam Trianto, 2009: 21) model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, filem, komputer, kurikulum, dan lain-lain.
Sedangkan menurut soekamto, dkk (dalam Nurulwati, 2000: 10) mengemukakan maksud dari model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar. Arends (dalam Trianto, 2009: 22) menyatakan istilah model pengajaran mengarah pada suatu pendekatan pembelajaran tertentu termasuk tujuannya, sintaksnya, lingkungannya, dan sistem pengelolaannya.
Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa, model pembelajaran merupakan konsep suatu perencanaan yang menggambarkan prosedur atau langkah-langkah yang sistematis untuk mengelola suatu proses pembelajaran untuk mencapai tujuan belajar tertentu.
Istilah model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas daripada strategi, metode atau prosedur. Model pengajaran mempunyai empat ciri khusus yang tidak dimiliki oleh strategi, metode atau prosedur. Ciri-ciri tersebut ialah:
1) Rasional teoritis logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembangnya;
2) Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar;
3) Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil;
4) Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai.
Selain ciri-ciri khusus pada suatu model pembelajaran, menurut Nieveen suatu model pembelajaran dikatakan baik jika memenuhi kriteria sebagai berikut:
1) Sahih (valid).
Asfek validitas dikaitkan dengan dua hal, yaitu:
a. Apakah model yang dikembangkan didasarkan pada rasional teoritis yang kuat; dan
b. Apakah terdapat konsistensi internal.
2) Praktis.
Aspek kepraktisan hanya dapat dipenuhi jika:
a. Para ahli dan praktisi menyatakan bahwa apa yang dikembangkan dapat diterapkan; dan
b. Kenyataan menunjukkan bahwa apa yang dikembangkan tersebut dapat diterapkan.
3) Efektif.
Berkaitan dengan aspek efektivitas ini, Nieveen memberikan parameter sebagai berikut:
a. Ahli dan praktisi berdasar pengalamannya menyatakan bahwa model tersebut efektif; dan
b. Secara operasional model tersebut memberikan hasil sesuai dengan yang diharapkan. (Trianto, 2009: 23).
5. Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)
Pendekatan kontekstual Contextual Teaching and Learning) (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat (Riyanto, 2010 : 159).
Pengajaran dan pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan suatu konsepsi yang membantu guru mengaitkan konten mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai angota keluarga, warga negara dan tenaga kerja, US. Depertement of Education the National school-to-work Office yang dikutip oleh Blanchard, 2001 (Dalam Trianto, 2009 : 104).
Pembelajaran Kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) menurut Blancard (dalam Trianto, 2008: 10) mengungkapkan bahwa CTL adalah suatu konsepsi yang membantu guru menghubungkan konten materi ajar dengan situasi-situasi dunia nyata dan memotivasi siswa untuk membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya ke dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga negara dan tenaga kerja. Sementara itu,
Sedangkan, The washington State Consortium for Contextual Teaching and Learning (Nurhadi, 2004: 12) mengungkapkan bahwa pengajaran kontekstual adalah pengajaran yang memungkinkan siswa memperkuat, memperluas, dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan akademisnya dalam berbagai latar sekolah dan di luar sekolah untuk memecahkan seluruh persoalan yang ada dalam dunia nyata. Pembelajaran kontekstual terjadi ketika siswa menerapkan dan mengalami apa yang diajarkan dengan mengacu pada masalah-masalah real yang berasosiasi dengan peranan dan tanggung jawab mereka sebagai anggota keluarga, anggota masyarakat, siswa dan selaku pekerja. Pengajaran dan pembelajaran kontekstual menekankan berpikir tingkat tinggi, transfer pengetahuan melalui disiplin ilmu, dan mengumpulkan, menganalisis dan mensintesiskan informasi dan data dari berbagai sumber dan sudut pandang.
Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar dimana guru menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari; sementara siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan dari konteks yang terbatas, sedikit demi sedikit, dan dari proses mengkonstruksi sendiri, sebagai bekal untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat.
CTL menekankan pada berpikir tingkat lebih tinggi, transfer pengetahuan lintas disiplin, serta pengumpulan, penganalisisan dan pensintesisan informasi dan data dari berbagai sumber dan pandangan. Disamping itu, menurut University of Washington, 2001 (Dalam Trianto, 2009 : 105-106) telah diidentifikasi enam unsur kunci CTL seperti berikut ini.
1) Pembelajaran bermakna: pemahaman, relevansi dan penghargaan pribadi siswa bahwa ia berkepentingan terhadap konten yang harus dipelajari, pembelajaran dipersepsi sebagai relevan dengan hidup mereka;
2) Penerapan pengetahuan: kemempuan untuk melihat bagaimana, apa yang dipelajari diterapkan dalam tatanan-tatanan lain dan fungsi-fungsi pada masa sekarang dan akan datang;
3) Berpikir tingkat lebih tinggi: siswa dilatih untuh menggunakan berpikir kritis dan kreatif dalam mengumpulkan data, memahami suatu isu, atau memecahkan suatu masalah;
4) Kurikulum yang dikembangkan berdasarkan standar: konten pengajaran berhubungan dengan suatu rentang dan beragam standar lokal, negara bagian, nasional, asosiasi, dan atau industri;
5) Responsif terhadap budaya: pendidik harus memahami dan menghormati nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, kebiasaan-kebiasaan siswa, sesama rekan pendidik dan masyarakat tempat mereka mendidik;
6) Penilaian autentik: penggunaan berbagai macam strategi penilaian secara valid mencerminkan hasil belajar sesungguhnya yang diharapkan dari siswa.

Sesuai dengan karakteristiknya Menurut Trianto ( 2008: 25-26), pendekatan CTL memiliki tujuh komponen utama, yaitu: Konstruktivisme (constructivism), Inkuiri (inquiry), Bertanya (Questioning), Masyarakat belajar (Learning Community), Pemodelan (Modeling), Refleksi (Reflection), Penilaian sebenarnya (Authentic Assesment). Sebuah kelas dikatakan menggunakan pendekatan CTL, jika menerapkan ketujuh prinsip tersebut dalam pembelajarannya.
Secara garis besar langkah-langkah penerapan CTL dalam kelas sebagai berikut:
a. Kembangkan pemikran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dam mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya.
b. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topic.
c. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
d. Ciptakan masyarakat belajar.
e. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran.lakukan refleksi di akhir pertemuan.
f. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara (Depdiknas, 2006: 6).

1) Konstruktivisme (constructivism)
Salah satu landasan teoritik pendidikan moderen termasuk CTL adalah teori pembelajarankonstruktivis. Pendekatan ini pada dasarnya menekankan pentingnya siswa membangun sendiri pengetahuan mereka lewat keterlibatan aktif proses belajar-mengajar. Proses belajar-mengajar lebih diwarnai student centered dari pada teacher centered. Sebagian besar proses waktu proses belajar-mengajar berlangsung dengan berbasis pada aktivitas siswa
Constructivism (konstruktivisme) merupakan landasan berpikir (filosofi) pendekatan kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong, pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia haris mengkonstrusi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata
2) Inkuiri (inquiry)
Inkuiri merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari penemuan sendiri. Guru harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan apapun materi yang diajarkannya. Siklus inkuiri terdiri dari:

a. Observasi (Observation)
b. Bertanya (Questioning)
c. Mengajukan dugaan (Hypotesis)
d. Mengumpulkan data (Data gathering)
e. Penyimpulan (Conclussion)
Langkah-langkah kegiatan inkuiri adalah sebagai berikut:
a. Merumuskan masalah
b. Mengamati atau melakukan observasi
c. Menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel, dan karya lainnya.
d. Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekelas, guru, atau audien yang lain.
3) Bertanya (Questioning)
Pengetahuan yang dimiliki seseorang, selalu bermula dari bertanya. Questioning merupakan strategi utama yang berbasis kontekstual. Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa.
Dalam sebuah pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya berguana untuk:
a. Mengali informaasi, baik administrasi maupun akademis;
b. Mengecek pemahaman siswa;
c. Membangkitkan respon kepada siswa;
d. Mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa;
e. Mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa;
f. Menfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru;
g. Membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa; dan
h. Menyegarkan kembali pengetahuan siswa.
4) Masyarakat belajar (Learning Community)
Konsep Learning Community menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerja sama dengan orang lain. Masyarakat belajar bisa terjadi apabila ada proses komunikasi dua arah, kalau setiap orang mau belajar dari orang lain maka setiap orang lain bisa menjadi sumber belajar, dan ini berarti setiap orang akan sangat kaya dengan pengetahuan dan pengalaman. Metode pembelajaran dengan teknik Learning Community ini sangat membantu proses pembelajaran di kelas.
5) Pemodelan (Modeling)
Dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang ditiru oleh siswanya, misalnya guru memodelkan langkah-langkah cara menggunakan neraca O’haus dengan demonstrasi sebelum siswanya melakukan sesuatu tugas tertentu.
Dalam pembelajaran kontekstual, guru bukan satu-satunya model, pemodelan dapat dirancang dengan melibatkan siswa. Seorang bisa ditunjuk untuk memodelkan sesuatu berdasarkan pengalaman yang diketahuinya.
6) Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan di masa yang lalu. Siswa mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru, yang merupakan pengayaan atau rrevisi dari pengetahuan sebelumnya. Refleksi merupakan respon terhaddap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru diterima.
7) Penilaian sebenarnya (Authentic Assesment)
Assesment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Penilaian autentik menilai pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa, penilain tidak hanya guru, tetapi bisa juga teman lain atau orang lain. Karakteristik penilain autentik:
a. Dilaksanakan selama dan sesudah pross pembelajaran berlangsung;
b. Bisa digunakan untuk formatif maupun sumatif;
c. Yang diukur keterampilan dan performasi, bukan mengingat fakta;
d. Berkesinambungan;
e. Terintegrasi; dan
f. Dapat digunakan sebagai feed back.
Tabel 01.
Perbedaan Pendekatan Kontekstual dengan Pendekatan Tradisional.

NO CTL TRADISIONAL
1 Menyadarkan pada memori spasial (pemahaman makna) Menyadarkan pada hafalan
2 Pemilihan informasi berdasarkan pkebutuhan siswa Pemilihan informasi ditentukan oleh guru.
3 Siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran. Siswa secara pasif menerima informasi.
4 Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata/masalah yang disimulasikan Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis.
5 Selalu mengkaitkan informasi dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa. Memberikan tumpukan informasi kepada siswa sampai saatnya diperlukan
6 Cenderung mengintegrasikan beberapa bidang. Cenderung terfokus pada satu bidang (disiplin) tertentu.
7 Siswa menggunakan waktu belajarnya untuk menemukan, menggali, berdiskusi,berpikir kritis, atau mengerjakan proyek, dan pemecahan masalah (melalui kerja kelompok). Waktu belajar siswa sebagian besar digunakan untuk mengerjakan buku tugas, mendengar ceramah, mengisi buku latihan yang membosankan (melalui kerja individual).
8 Perilaku dibangun atas kesadaran sendiri.
Perilaku dibangun atas kesadaran.
9 Keterampilan dikembangkan atas dasar pemahaman. Keterampilan dikembangkan atas dasar latihan.
10 Hadiah dari perilaku baik adalah kepuasan diri. Hadiah dari perilaku baik adalah pujian atau nilai (angka) rapor.
11 Siswa tidak melakukan hal yang buruk karena sadar hal tersebut keliru dan merugikan. Sisa tidak melakukan hal yang buruk karena takut akan hukuman.
12 Perilaku yang baik berdasarkan motivasi intrinsik. Perilaku yang baik berdasarkan motivasi ekstrinsik.
13 Pembelajaran terjadi di berbagai tempat, konteks, dan setting. Pembelajaran hanya terjadi di dalam kelas.
14 Hasil belajar diukur melalui penerapan penilaian autentik. Hasil belajar diukur melalui kegiatan akademik dalam bentuk tes/ujian/ulangan.
Sumber: Depdiknas 2006 (dalam Trianto, 2008: 23-24).
6. Prestasi Belajar Matematika
a. Pengertian Prestasi Belajar Matematika
Menurut Syaiful Bahri Djamarah (1994: 21) bahwa prestasi adalah hasil yang dikerjakan, diciptakan, baik secara individu maupun kelompok. Selanjutnya, Poerwadarminta (Syaiful, 1994: 20) mengemukakan bahwa prestasi adalah hasil yang telah dicapai (dilakukan, dikerjakan, dan sebagainya). Sedangkan, Nasrun Harahap berpendapat bahwa prestasi adalah penilaian pendidikan tentang perkembangan dan kemajuan murid yang berkenaan dengan penguasaan bahan pelajaran yang disajikan kepada mereka serta nilai-nilai yang terdapat dalam kurikulum (Syaiful, 1994: 21).
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi adalah hasil yang diperoleh dari suatu kegiatan yang dilakukan baik secara individu maupun kelompok tentang perkembangan dan kemajuan siswa baik berupa penguasaan bahan pelajaran maupun berupa nilai-nilai.
Sedangkan belajar adalah suatu aktivitas yang dilakukan secaa sadar untuk mendapatkan sejumlah sejumlah kesan dari bahan yang telah dipelajari (Syaiful, 1994: 21). Menurut Sardiman (dalam Syaiful, 1994: 21) bahwa belajar sebagai rangkaian kegiatan jiwa raga, psikofisik menuju ke perkembangan pribadi manusia seutuhnya, yang menyangkut unsur cipta, rasa, dan karsa, ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Menurut Walker (dalam Riyanto 2009: 5) belajar adalah suatu perubahan dalam pelaksanaan tugas yang terjadi sebagai hasil dari pengalaman dan tidak ada sangkut pautnya dengan kematangan rohaniah, kelelahan, motivasi, perubahan, dalam situasi stimulus atau faktor-faktor samar lainnya yang tidak berhubungan langsung dengan kegiatan belajar. Gage (dalam Riyanto 2009: 5) mengungkapkan bahwa belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang membuat seseorang mengalami perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pegalaman yang diperolehnya. Sedangkan, Winkel (dalam Riyanto 2009: 5) mengemukakan bahwa belajar merupakan suatu aktivitas mental/psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dan lingkungan yang mengakibatkan sejumlah perubahan dalam pengetahuan pemahaman, keterampilan dan nilai sikap, perubahan itu bersifat secara relatif konstan dan berbekas.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu aktivitas mental/psikis yang mengakibatkan perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pegalaman yang diperolehnya.
Menurut Syaiful (1994: 24) prestasi belajar adalah hasil penilaian pendidikan tentang kemajuan siswa setelah melakukan aktivitas belajar. Sedangkan, Nurkencana (1987: 2) menjelaskan bahwa prestasi belajar merupakan hasil yang dicapai oleh seseorang setelah yang bersangkutan mengalami proses belajar dalam jangka waktu tertentu.
Berdasarkan kedua pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah hasil yang dicapai oleh siswa berupa kemajuan setelah melakukan aktivitas belajar dalam jangka waktu tertentu.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar matematika merupakan hasil belajar yang dicapai oleh seseorang setelah mengalami proses belajar matematika yang dilalui secara sadar dan diwujudkan dalam bentuk perubahan sikap, tingkah laku, dan keterampilan menggunakan matematika dalam kehidupan sehari-hari.

b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Ruseffendi (1992: 14) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan siswa dalam belajar ada dua yaitu :
a. Faktor dari dalam atau internal, meliputi; kecerdasan anak, kesiapan anak, bakat anak, kemampuan belajar dan minat belajar anak.
b. Faktor dari luar atau eksternal, meliputi; model pengajaran guru, pribadi dari guru yang mengajar, kompetensi diri dan kondisi luar.
Sedangkan Djazuli (1994: 78) mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar adalah tingkat intelegensi, faktor psikologis, bakat, minat dan motivasi. Dari kedua pendapat di atas, terlihat bahwa faktor siswa meliputi kecerdasan, kesiapan, bakat, minat, motivasi dan suasana belajar sangat menentukan berhasil atau gagalnya siswa dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar.
7. Aktivitas Belajar
Aktivitas berasal dari kata aktif yang artinya giat, bergerak terus (Santoso, 2006: 30). Sedangkan aktivitas belajar berasal dari kata aktif dan belajar yang artinya suatu aktivitas geraknya aktivitas dalam kegiatan belajar mengajar. Bila siswa telah memiliki aktivitas yang tinggi, maka guru akan lebih senang mengajar dan suasana mengajar lebih baik. Dalam proses belajar mengajar, sangat perlu adanya aktivitas siswa, karena akan mempengaruhi situasi belajar di samping itu kesungguhan siswa sangat menentukan berhasil atau tidaknya kegiatan belajar mengajar (Hamalik, 2003: 170)
Menurut definisi dari beberapa ahli bahwa Aktivitas artinya “kegiatan atau keaktifan”. Jadi segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi baik fisik maupun non-fisik, merupakan suatu aktifitas.
Belajar yang berhasil mesti melalui berbagai macam aktivitas, baik pisik maupun psikis, bermain atau bekerja, Ia tidak hanya duduk dan mendengarkan,melihat atau pasif saja sedangkan aktivitas psikis adalah jika daya jiwanya bekerja sebanyak-banyaknya atau banyak berpungsi dalam rangka pengajaran (Tohri,2007:20).
Menurut Oemar Hamalik (2001: 28), belajar adalah “Suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan”. Aspek tingkah laku tersebut adalah: pengetahuan, pengertian, kebiasaan, keterampilan, apresiasi, emosional, hubungan sosial, jasmani, etis atau budi pekerti dan sikap. Sedangkan, Sardiman (2003 : 22) menyatakan: “Belajar merupakan suatu proses interaksi antara diri manusia dengan lingkungannya yang mungkin berwujud pribadi, fakta, konsep ataupun teori”.
Dapat disimpulkan bahwa aktivitas belajar merupakan segala kegiatan yang dilakukan dalam proses interaksi (guru dan siswa) dalam rangka mencapai tujuan belajar. Aktivitas yang dimaksudkan di sini penekanannya adalah pada siswa, sebab dengan adanya aktivitas siswa dalam proses pembelajaran terciptalah situasi belajar aktif. Jenis-jenis aktivitas
Aktivitas belajar banyak macamnya. Para ahli mencoba mengadakan klasifikasi, antara lain Paul D. Dierich membagi kegiatan belajar menjadi delapan kelompok, sebagai berikut:
1. Kegiatan–kegiatan visual : membaca, melihat gambar-gambar, mengamati, eksperimen, demonstrasi, pameran, mengamati oranglain bekerja, atau bermain
2. Kegiatan-kegiatan lisan (oral): mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu kejadian, mengajukan pertanyaan, member saran mengemukakan pendapat, berwawancara berdiskusi.
3. Kegiatan-kegiatan mendengarkan: mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok, mendengarkan suatu permainan instrument musik, mendengarkan siaran radio.
4. Kegiatan-kegiatan menulis: menulis cerita, menulis laporan, memeriksa karangan, bahan-bahan kopi, membuat sketsa atau rangkuman, mengerjakan tes, mengisi angket.
5. Kegiatan-kegiatn menggambar: menggambar, membuat grafik, diagram, peta pola.
6. Kegiatan-kegiatan metrik: melakukan percobaan, memilih alat-alat, melaksanakan pameran, membuat model, menyelenggarakan permainan (simulasi), menari, berkebun.
7. Kegiatan-kegiatan mental: merenungkan, mengingat, memecahkan masalah, menganalisis factor-faktor, menemukan hubungan-hubungan, membuat keputusan-keputusan.
8. Kegiatan-kegiatan emosional: minat, membedakan, berani, dan sebagainya. Kegiatan-kegiatan dalam kelompok ini terdapat pada semua kegiatan tersebut di atas, dan bersifat tumpang tindih, Burton (dalam Hamalik, 2010: 90).

B. Hasil–hasil Penelitian yang Relepan
Hasil penelitian yang mendukung penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh M. Yani (2004) yaitu meningkatkan prestasi belajar pokok bahasan bilangan bulat melalui pendekatan pembelajaran kontekstual pada siswa kelas I SMP Negeri 1 Selong tahun pelajaran 2004/2005. Hasil penelitian ini memberikan kesimpulan bahwa dengan pendekatan pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dari 63,7% (siklus pertama) meningkat menjadi 87,5% (siklus kedua).
Hasil penelitian lain yang mendukung adalah hasil penelitian yang diakukan oleh Gazali (2004) tentang penerapan pembelajaran kontekstual pada pokok bahasan himpunan pada siswa kelas I di SMP Negeri 2 Mataram tahun pelajaran 2004/2005 memberikan hasil bahwa dengan pembelajaran kontekstual siswa dapat meningkatkan prestasi belajar yaitu sebesar 27,5%.
Hasil penelitian yang mendukung penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Sahibul Ahyan (2008) yaitu meningkatkan prestasi belajar pokok bahasan bangun ruang sisi lengkung melalui pendekatan pembelajaran kontekstual pada siswa kelas IX C SMP NW Kalijaga tahun pelajaran 2008/2009. Hasil penelitian ini memberikan kesimpulan bahwa dengan pendekatan pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dari 72,41 % (siklus pertama) meningkat menjadi 86,21 % (siklus kedua).
C. Kerangka Berpikir
Berdasarkan deskripsi teoritis tersebut, maka berikut ini akan dikemukakan beberapa dasar pemikiran yaitu dalam proses belajar mengajar tidak luput dari metode mengajar seorang guru. Untuk itu, strategi mengajar yang salah dan terus menerus diberikan kepada siswa akan mempengaruhi struktur otak siswa yaitu kecerdasan, bakat serta minat siswa yang pada akhirnya akan mempengaruhi cara siswa berprilaku. Guru dituntut memiliki kemampuan dalam menentukan metode pembelajaran yang digunakan dalam proses belajar mengajar. Metode pembelajaran yang sering digunakan adalah adalah metode ceramah.
Dalam proses belajar mengajar matematika dengan menggunakan metode ceramah peran guru lebih dominan yang mengakibatkan kurangnya keterlibatan atau peran aktif siswa dalam pembelajaran sehingga siswa menjadi pasif, sedangkan guru aktif. Aktivitas siswa terbatas pada mendengarkan, mencatat dan menjawab bila guru memberikan pertanyaan. Siswa hanya bekerja karena atas perintah guru, menurut cara yang ditentukan guru, begitu juga berfikir menurut apa yang digariskan oleh guru. Proses belajar mengajar seperti ini jelas tidak mendorong siswa untuk berfikir. Hal ini tentu tidak sesuai dengan hakekat pribadi siswa sebagai pebelajar. Oleh karena itu, perlu diupayakan model pembelajaran yang lebih efektif. Dalam penelitian ini pembelajaran yang digunakan adalah pendekatan pembelajaran kontekstual yang dapat membuat siswa lebih aktif dalam proses belajar mengajar, siswa dibiasakan untuk belajar memecahkan masalah sendiri dan bergelut dengan ide-ide, serta menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendisi dalam belajar. Dengan demikian, dengan menggunakan pendekatan pembelajaran kontekstual prestasi belajar siswa akan meningkat. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada skema kerangka berfikir di bawah ini:



















D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka berpikir di atas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
1. Model pembelajaran CTL (Contextual Teaching And Learning) efektif terhadap prestasi belajar matematika pokok bahasan bangun ruang sisi lengkung pada siswa kelas IX SMP NW Kalijaga Tahun Pelajaran 2011/2012.
2. Model pembelajaran CTL (Contextual Teaching And Learning) efektif terhadap aktivitas belajar matematika pokok bahasan bangun ruang sisi lengkung pada siswa kelas IX SMP NW Kalijaga Tahun Pelajaran 2011/2012.
3. Terdapat perbedaan efektivitas model pembelajaran CTL (Contextual Teaching And Learning) dengan pembelajaran konvensional terhadap prestasi dan aktivitas belajar matematika pokok bahasan bangun ruang sisi lengkung pada siswa kelas IX SMP NW Kalijaga Tahun Pelajaran 2011/2012.




BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di MTs NW Kalijaga, Kecamatan Aikmel Kabupaten Lombok Timur. Sedangkan pelaksanaannya akan dilakukan pada bulan Agustus sampai dengan Oktober Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2011/2012.
B. Metode Penelitian
1. Jenis penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan eksperimen. Adapun jenis pendekatan eksperimen yang digunakan adalah quasi ekseperimen. Quasi eksperimen merupakan penelitian yang mendekati true eksperimen yang sulit dilakukan, dimana dalam penelitian ini melibatkan kelompok control, tetapi tidak dapat berfungsu sepenuhnya untuk mengontrol variable-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen (Sugiono, 2005: 87).
2. Desain Penelitian
Desain penelitian merupakan strategi untuk menimbulkan kebenaran hipotesis dalam suatu penelitian. Dalam penelitian eksperimen ini peneliti menggunakan desain dengan menggunakan desain penelitian model pretest-posttest Nonequivalent Control Group Desigen.


pola :


Keterangan :
E : Kelompok eksperimen
K : Kelompok kontrol
X : Perlakuan
O1 : Pre-Test kelas eksperimen
O2 : Post-Test kelas eksperimen
O3 : Pre-Test untuk kelas kontrol
O4 : Post-Test untuk kelas kontrol
(Suharsimi Arikunto: 1997: 86)
Berdasarkan keterangan yang sudah dipaparkan pada bab I, II dan bab Uraian di atas, kelompok eksperimen diperlakukan dengan pembelajaran Kontekstual (CTL) pada kelas IX A, sedangkan pada kelompok kontrol diperlakukan dengan pengajaran konvensional pada kelas IX B.


3. Rancangan penelitian
Agar dalam hasil penelitian sesuai dengan yang diharapkan maka perlu dipehatikan urutan eksperimen. Adapun urutan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi masalah dan rumusan masalah.
2. Mengkaji landasan teoritis dan perumusan hipotesis.
3. Menyusun rencana penelitian
a. Mengidentifikasi variabel penelitian eksperimen.
b. Memilih desain penelitian.
c. Menentukan sampel penelitian eksperimen dan sampel pembanding
d. Menyusun instrumen pengumpulan data eksperimen
e. Merumuskan hipotesis
4. Melaksanakan penelitian
a. Menyiapkan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
b. Pelaksanaan penelitian sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan
c. Pengumpulan data pada pertemuan terakhir
5. Mengolah dan menganalisis data
6. Membuat laporan hasil penelitian.
C. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel
1. Populasi Penelitian
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Suharsimi Arikunto, 2006 : 130). Sedangkan menurut Sugiyono (2010 : 80 ), populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan. Populasi adalah seluruh data yang menjadi perhatian kita dalam satu ruang lingkup dan waktu yang kita tentukan.
Jadi, populasi dapat diartikan sebagai seluruh individu yang menjadi subjek dalam penelitian. Studi atau penelitiannya juga disebut studi populasi. Penelitian populasi dilakukan apabila peneliti ingin melihat semua liku-liku yang ada di dalam populasi. Penelitian populasi hanya dapat dilakukan bagi populasi terhingga dan subjeknya tidak terlalu banyak.
Adapun populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas IX MTs. NW Kalijaga yang berjumlah 60 siswa terdiri dari 2 kelas, dapat dilihat pada tabel 02 berikut :
Tabel 02 : Keadaan Populasi Penelitian Di Kelas IX MTs. NW Kalijaga
No Kelas Laki-laki Perempuan Jumlah
1

2
IX A

IX B 14

13 16

17 30

30
Volume 27 33 60


2. Teknik Pengambilan Sampel
Dalam penelitian suatu subyek yang dikenai penelitian biasanya dilakukan terhadap sampel. Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi (Suharsimi Arikunto, 2006:131). Salah satu syarat dari sampel yang baik adalah sampel itu harus mencerminkan ciri-ciri atau sifat-sifat yang terdapat pada populasi. Dengan kata lain sampel yang baik adalah sampel yang refresentatif artinya segala karakteristik populasi hendaknya tercermin dalam sampel yang diteliti (Sudjana, 1996:6).
Teknik sampling adalah teknik pengambilan sampel. Pada penelitian ini mengingat jumlah kelas IX MTs. NW Kalijaga ada 2 kelas dengan jumlah siswa 60 orang, maka penelitian ini menggunakan penelitian populasi, dimana populasi yang dimaksud sekaligus menjadi sampel dalam penelitian ini, dan yang menjadi sampel adalah kelas IX A yang berjumlah 30 orang dan kelas IX B yang berjumlah 30 orang. Jumlah Sampel Kelas IX MTs. NW Kalijaga dapat dilihat pada tabel 03 berikut :
Tabel 03 : Jumlah Sampel Kelas IX MTs. NW Kalijaga
No Kelas Jumlah
1 (Kontrol) 30
2 (Eksperimen) 30
∑ 60

D. Teknik Pengumpulan Data
1. Identifikasi Variabel
Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2008 : 61 ).
Variabel yang mempengaruhi disebut variabel penyebab, variabel bebas atau independent variabel (X), sedangkan variabel akibat disebut variabel tidak bebas, variabel tergantung, variabel terikat atau dependent variable (Y).
Pada penelitian ini variabel-variabel yang terlibat didefinisikan sebagai berikut :
a. Variabel bebas
Variabel bebas adalah variabel yang menpengaruhi atau menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat (Sugiono,2006: 60). Berdasarkan pengertian tersebut maka yang menjadi variabel bebasnya adalah “penggunaan Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)”.
b. Variabel terikat
Variabel terikat ialah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2006:61).
Maka yang menjadi variabel terikat pada penelitian ini adalah dalam penelitian ini adalah prestasi dan aktivitas belajar matematika.
2. Definisi Operasional Variabel
Untuk menghindari kesalahan pahaman terhadap beberapa istilah yang digunakan dalam judul dan permasalan penelitian, peneliti mendefinisikan istilah-istilah tersebut sesuai dengan teori, dan apa yang peneliti maksud dalam penelitian ini.
Model pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
Prestasi belajar ialah hasil yang telah dicapai seseorang dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan baik secara individual maupun kelompok berupa angka atau huruf serta tindakan yang mencerminkan hasil belajar yang diperoleh pada periode tertentu.
Aktivitas belajar merupakan segala kegiatan yang dilakukan dalam proses interaksi (guru dan siswa) dalam rangka mencapai tujuan belajar
3. Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati. Secara spesial semua fenomena ini disebut varibel penelitian ( Sugiyono. 2010 : 102). Ahli lain mengatakan bahwa instrumen adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap, dan sistematis sehingga lebih mudah diolah (Suharsimi Arikunto, 2006: 136 ).
Sesuai dengan definisi dari instrumen di atas, maka instrumen yang di gunakan dalam pengumpulan data untuk penelitian ini adalah Tes. Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan serta alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok. (Suharsimi Arikunto, 2006: 150). Instrumen tes berupa daftar pertanyaan atau perintah yang di peruntukkan untuk siswa yang menjadi sampel. Instrumen ini digunakan untuk mengetahui prestasi belajar matematika siswa, sedangkan teknik non tes digunakan untuk mengukur aktivitas siswa. Tes prestasi belajar diberikan setelah proses belajar-mengajar berlangsung dan digunakan untuk mengetahui prestasi belajar siswa. Sedangkan teknik non tes yang digunakan untuk mengukur aktivitas siswa adalah angket.
Tes yang diajukan adalah tes dalam bentuk uraian dengan 5 soal essay. Tes uraian adalah sejenis tes kemajuan belajar yang memerlukan jawaban yang bersifat pembahasan atau uraian kata-kata. Tes tersebut diberikan kepada kedua kelompok, baik kelompok Eksperimen maupun kelompok yang kontrol. Metode tes yang digunakan adalah pre-tes dan post-test. pre-tes dan post-test diberikan kepada kedua kelompok, baik kelompok eksperimen maupun kelompok control.
Sebelum tes dilaksanakan dilakukan uji coba untuk mengetahui validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan derajat kesukaran dari tes tersebut.
1. Uji validitas
Uji validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen yang valid atau sahih memiliki validitas yang tinggi, sedangkan yang tidak akan atau kurang valid memiliki validitas yang rendah.
Untuk mengetahui validitas instrumen digunakan teknik sebagai berikut :

Dimana :
X = Skor item
Y = Skor total
N = Cacah subjek
rxy = Angka validitas
Kriteria harga dari rxy adalah sebagai berikut :
Item tes dikatakan valid jika rxy-obs > rxy-tabel pada taraf signifikansi 5%.
(Suharsimi Arikunto, 2006 : 72)
2. Uji reliabilitas
Reliabilitas menunjukkan pada suatu pengertian bahwa instrumen yang disusun dapat dipercaya sebagai alat pengumpul data, instrumen memiliki keajegan dalam menilai apa dinilainya. Artinya kemampuan digunakan akan memberikan hasil yang relatif lama.
Teknik yang digunakan untuk menguji reliabilitas instrument dalam penelitian ini adalah teknik Alfa Cronbach untuk soal uraian yang rumusnya adalah sebagai berikut:

( Sugiyono, 2009 : 365 )
Dimana :
K = mean kuadrat antara subyek
∑ si 2 = mean kuadrat kesalahan
St 2 = varian total
Adapun kriteria reabilitas adalah sebagai berikut :
0,00 = sangat rendah
0,20 = rendah
0,40 = cukup
0,60 = tinggi
0,08 = sangat tinggi
3. Derajat kesukaran (DK)
Soal yang baik adalah soal yang mempunyai derajat kesukaran memadai dalam arti tidak terlalu sukar dan tidak terlalu mudah. Bilangan yang menunjukan sukar dan mudahnya suatu soal disebut indeks kesukaran. Besarnya indeks kesukaran antara 0,00 sampai dengan 1,0. Indeks kesukaran ini menunjukan taraf kesukaran soal. Soal dengan indeks kesukaran 0,0 menunjukan bahwa soal itu terlalu sukar, sebaliknya indeks 1,0 menunjukan bahwa soal terlalu mudah. Indeks kesukaran ini diberi simbol P singkatan dari kata “proporsi”. Dengan demikian maka soal dengan P = 0,70 lebih mudah jika dibandingkan dengan P = 0,20, lebih sukar daripada soal dengan P = 0,80.
Untuk mengukur derajat kesukaran soal digunakan rumus sebagai berikut :
( Suharsimi Arikunto, 2006 : 210)
Dimana :
P = Derajat kesukaran
B = Banyaknya siswa yang menjawab benar
Js = Jumlah seluruh peserta tes
Kriteria :
1. Soal dengan P 0,00 sampai 0,30 adalah soal sukar
2. Soal dengan P 0,30 sampai 0,70 adalah soal sedang
3. Soal dengan P 0,70 sampai 1,00 adalah soal mudah
Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar, karena soal yang terlalu mudah tidak akan merangsang siswa untuk mempertinggi usaha memecahkannya. Sebaliknya soal yang terlalu sukar akan menyebabkan siswa menjadi putus asa dan tidak mempunyai semangat untuk mencoba karena diluar jangkauannya
4. Daya Pembeda (DP)
Daya pembeda adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara peserta tes atau peserta didik yang mampu atau pandai dengan peserta yang tidak mampu atau kurang pandai dalam mengerjakan suatu soal (Suwarno, 2006: 132).
Fungsi daya pembeda adalah untuk mendeteksi perbedaan individu yang sekecil-kecilnya diantara para peserta tes, yang sejalan dengan fungsi dan tujuan tes sendiri.
Untuk menguji daya pembeda secara signifikan digunakan rumus t-tes sebagai berikut:

Dimana :
n = Jumlah sampel ke-1
n2 = Jumlah sampel ke-2
x1 = Rata-rata sampel ke-1
x2 = Rata-rata sampel ke-2
E. Teknik Analisis Data
Adapun teknik analisis data yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1) Teknik deskripsi data,2) Teknik uji prasyarat analisis dan 3) Teknik uji hipotesis.
1. Teknik deskripsi data
Data yang diperoleh dideskripsikan dengan menggunakan statistik deskriptif yang meliputi:
1. Menentukan skor rata-rata ideal (Mi) diperoleh Mi = (skor maksimal ideal + skor minimal ideal).
2. Menentukan harga simpangan baku ideal-skor maksimal ideal(SDi).
Diperoleh SDi = 1/6 (skor maksimal ideal – skor minimal ideal)
Hal ini di lakukan untuk mempermudah pendeskripsian data,atas dasar ini maka dapat di buat tabel konfersi guna keperluan pengkategorian sebagai berikut:
Mi - 3SDi M < Mi - 1SDi = rendah Mi - 1SDi M < Mi + 1SDi = sedang Mi + 1SDi M 3SDi = tinggi (Dates, 1983:78) 2. Teknik Uji Prasyarat Analisis Pada penelitian ini, teknis analisis data yang digunakan adalah teknis “t–tes” yaitu untuk mencari perbedaan dua sampel yang terpisah. Pengujian uji t (t-tes) harus diimbangi dengan uji persyaratan yang harus dipenuhi yaitu uji normalitas dan uji homogenitas data. a. Uji normalitas data Pembuktian normalitas data dilakukan untuk menguji apakah skor variabel-variabel yang diteliti telah mendekati distribusi normal atau tidak uji normalitas data yang digunakan adalah rumus “chi kuadrat” yaitu : Dimana : 2 = chi kuadrat fo = frekuensi yang diobservasi fh = frekuensi yang diharapkan (Sugiyono, 2003) dalam (Rikayatima, 2007: 36) Berdasarkan rumus di atas, suatu data dapat dikatakan berdistribusi normal apabila harga χ2 < dari χ 2 dalam tabel, dalam tabel, apabila harga χ 2 > dari harga maka datanya tidak normal.
b. Uji Homogenitas Data
Uji homogenitas data dimaksudkan untuk mengetahui seragam tidaknya sampel yang diambil dari populasi yang sama. Pengujian homogenitas sangat penting apabila peneliti bermaksud untuk melakukan generalisasi untuk hasil penelitian. Untuk menguji homogenitas data yang digunakan adalah rumus f tes.
F = S12 / S22

Keterangan :
S12 = Varian pada kelompok yang mempunyai nilai besar
S22 = Varian pada kelompok yang mempunyai nilai kecil.
(Sugiyono, 2003)
Dengan kriteria :
Jika F hitung < X2 tabel maka data homogen Jika F hitung < X2 tabel maka data tidak homogen/heterogen. Berdasarkan rumus di atas, peneliti dapat mengetahui apakah data yang akan diteliti tersebut bersifat homogen atau tidak, dengan melihat hasil data yang sudah diketahui. 2. Teknik Uji Hipotesis Hipotesis tidak lain dari jawaban sementara terhadap masalah penelitian, yang kebenarannya harus diuji secara empiris (Moh. Nazir, 1988: 182). Ahli lain hipotesis penelitian adalah jawaban sementara terhadap masalah penelitian, di mana rumusan masalah penelitian telah dnyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan (Sugiyono, 2009: 70). Atas dasar kedua penyebab di atas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini harus diuji kebenarannya. Hipotesis yang dimaksud diajukan dalam bentuk hipotesis kerja/alternatif (Ha) dan hipotesis nihil (Ho), hipotesis kerja (Ha) merupakan operasional dari hipotesis Ho. Dalam pengujian hipotesis penelitian menurut Ridwan (1996:34) yang akan diuji adalah hipotesis (Ho) merupakan komplementasi terhadap hipotesis (Ha), menolak (Ho), berarti menerima (Ha) dan menolak (Ho), berarti (Ha) tidak perlu dipertahankan. Dalam penelitian ini untuk mengetahui keefektifannya maka rumus yang digunakan dalam menguji hipotesisnya yaitu dengan menggunakan rumus one sample dianalisis menggunakan uji t dengan taraf signifikan 5% : Keterangan : t = Nilai t yang dihitung, selanjutnya disebut t hitung = Rata – rata x0 = Nilai yang dihipotesiskan S = Simpangan baku n = Jumlah anggota sampel 2. Kemudian untuk mengetahui perbedaannya maka rumus yang digunakan dalam menguji hipotesisnya yaitu dengan rumus : Keterangan : X1, angka rata-rata dari pembelajaran Kooperatif X2, angka rata-rata dari pembelajaran Kooperatif S = simpangan baku n1 = jumlah sampel metode pembelajaran Kooperatif. n2 = jumlah sampel metode kontrol (Sugiyono , 2009: 197) Adapun hipotesis yang akan di uji dalam penelitian ini : 1. Uji hipotesis untuk mengetahui keefektifan Dimana H0 : = 0 Ha : ≠ 0 H0 : Pembelajaran model CTL tidak efektif terhadap prestasi dan aktivitas belajar siswa kelas IX MTs. NW Kalijaga. Ha : Pembelajaran model CTL efektif terhadap prestasi dan aktivitas belajar siswa kelas IX MTs. NW Kalijaga. 2. Uji Hipotesis untuk mengetahui perbedaannya Dimana H0 : μ1 = μ2 Ha : μ1 ≠ μ2 H0 : Tidak terdapat perbedaan yang positif dan signifikan antara Pembelajaran model CTL dengan metode konvensional. Ha : terdapat perbedaan yang positif dan signifikan antara Pembelajaran model CTL dengan metode konvensional. Jika “t” hitung > “t” tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima, sebaliknya jika “t” hitung < “t” tabel maka Ho tidak ditolak. Berarti tidak ada pengaruh yang signifikan.

Sabtu, 02 April 2011

PPL STKIP HAMZANWADI SELONG DI MTS MU'ALLIMIN NW PANCOR

Berikut adalah sebagian dari aktivitas-aktivitas kami yang kami lakukan saat melaksanakan PPL di MTS MU'ALLIMIN NW PANCOR. banyak kejadian-kejadian seru yang kami alami saat melaksanakan PPL tersebut selama kurang lebih 3 bulan lamanya.
kami yang mendapat lokasi di sekolah tersebut begitu beruntung, karena disana selain kepseknya yang ramah, guru-guru, serta stafnya juga begitu baik pada kami.
apalagi dengan keberadaan para siswanya disana membuat kami merasa betah dengan canda tawa mereka, meskipun hanya 3 bulan kami disana tetapi mereka sangat senang di ajar oleh kami.
terimakasih atas semua senyum yang telah kalian berikan pada kami, insyaAllah dengan segala keikhlasan kalian Allah akan membalasnya dengan kebaikan.amin.


 
Foto bareng bersama kepala madrasah saat acara penarikan peserta PPL


Ini adalah suasana saat di ruang perpustakaan

 suasana setelah habis ngajar di lantai dua di sebelah ruang guru sekretariat kami 

 suasana saat saya mengajar di kelas IX E 

suasan di dalam kelas saat kosong pelajaran

suasana siswa sedang semesteran yang sedang diawasi oleh Bu Melinda Nopiana


Lagi sekali terimakasih atas semua senyum yang telah kalian berikan pada kami, insyaAllah dengan segala keikhlasan kalian Allah akan membalasnya dengan kebaikan.amin. 

Jumat, 01 April 2011

Rahsia Wanita & Lelaki


Ilmu bacaan melalui wajah memberi banyak tanda berguna kepada seksualiti dan sensualiti dalaman seorang wanita.
GARIS RAMBUT
Garis rambut lengkung: wanita ini suka kepada kebebasan dan sering suka memberi perintah, yang hanya didorong oleh pertimbangan kewangan.
BULU KENING
Tebal: tertarik terhadap tindakan dan pengembaraan dan tidak setia, sukar mempunyai perhubungan kekal dengan pasangan satu saja.
Kurus: kurang berminat terhadap seks.
Dekat satu kepada lain: cemburu.
Jauh satu daripada lain: malu dengan hal seksual.
Lengkung: sangat suka hal-hak seks dan sensual.
Berbentuk segi tiga: lebih suka kepada sebagai teman karib daripada bernafsu di katil.
Lurus: sangat menurut kebiasaan di katil.

MATA
Condong ke atas: suka bercumbu-cumbu tetapi lekas meradang, tidak tetap hati dan teragak-agak.
Besar dan bulat: bersifat menawan erotik, mudah menghairah dan suka menunjuk-nunjuk.
Mata kecil: kuat cemburu tetapi wanita ini boleh menumpu penuh perhatian kepada sesuatu hal dengan lebih teliti.
Menonjol: lurus dan mudah tertipu.
Ke dalam: suka ramai teman lelaki sebelum perhubungan tetap, suka mencuba sesuatu yang baru berkaitan dengan seks segera dan berterus-terang.
HIDUNG
Panjang dan landai ke bawah (hidung Rom): suka mengembara seksual dan suka yang ghaib dan tidak biasa.
Berbonggol: malu dan mudah tersinggung, teragak-agak.
Pesek: jarang-jarang berani di katil, lebih suka yang biasa.
Berliku: mudah mempercayai dan mudah tertipu.
MULUT
Kecil: tidak suka mendesak dan pasif di katil tetapi juga pandai merekacipta dan memuncak dengan segera.
Besar dan montok: mementingkan diri sendiri tetapi penuh berahi, senang dengan hubungan asmara tidak mendalam selama selalu dikagumi, mengambil masa yang lama di katil.
Berliku: suka mengembara dan tetapi bercakap terlalu lama di katil. Sering mempunyai lebih daripada seorang kekasih.
Bibir sebelah atas tebal: sering tidak yakin pada diri sendiri tetapi seorang pakar menggoda.
Bibir sebelah bawah tebal: sering memilih pasangan yang tidak setia dan tertarik tidak setia sendiri.
RAMBUT
Jarang: Kesukaan seksual anda halus sekali tetapi kehendak seksual anda naik turun. Oleh sebab anda segan, anda perlu banyak keyakinan.
Lebat: Anda begitu bertenaga di bilik tidur. Perlakuan seks anda agak kasar.

Kaitan Kisah Kaum Luth dan Laut Mati


Kaitan Kisah Kaum Luth dan Laut Mati (Deadsea Jordan)



Wahai saudari, sudikah saudari menerima kami sebagai tamu keluargamu? "Ujar salah seorang dari tiga malaikat yang menjelma sebagai pemuda tampan tinggi besar itu.

Si gadis yang sedari tadi begitu leka mencedok air dari sumur itu terkejut. Hampir saja timba yang sedang dipegangnya lucut ke dalam sumur. Wajahnya menjadi pucat. Lidahnya segera kelu. Dia tidak dapat berkata apa-apa. Hatinya tiba-tiba diserang bimbang. Kekhawatiran yang bukan disebabkan oleh kehadiran pemuda-pemuda kacak di hadapannya itu. Tetapi karena dia telah melakukan perubahan apa yang bakal terjadi jika mereka diterima bertamu di rumahnya.

Anak gadis Nabi Luth itu cukup arif dengan praktek buruk warga Sadum yang pantang melihat pria muda, berwajah tampan dan tinggi besar. Pasti anak muda itu menjadi korban untuk memuaskan nafsu serakah mereka. Pada mereka, wanita tidak ada daya tarik langsung. Pria hanya untuk pria, sedangkan wanita untuk wanita.

"Apa yang harus aku jawab kepada mereka," bisik si gadis itu sendiri. Dia menjadi begitu serba salah.

"Apakah kedatangan kami ini menganggu saudari?" Tanya pemuda itu kembali. "

"Oh tidak. Tapi ... bisakah tuan-tuan tunggu di sini sebentar. Biar saya beritahukan sebelumnya kepada bapak saya, "jawab si gadis terputus-putus. Dia mencapai bekas air yang letaknya penuh dan pulang dengan tergesa-gesa.

Demi mendengar kedatangan tiga tamu muda remaja itu, Nabi Luth mulai gusar dan merasa tidak tenteram. "Ini adalah hari yang amat sulit bagiku," kata Nabi Luth.

Beliau sangat mengerti apakah akibatnya seandai kedatangan para tamunya itu diketahui oleh kaumnya. Namun tabiatnya yang suka menerima tamu, tetap kuat mendesak meskipun risiko yang harus diterimanya sangat tinggi. Hari sudah menjelang malam, beliau sendiri pergi mengundang para tamunya itu.

Kepada istri dan putri-putrinya dipesan agar hal itu dirahasiakan, jangan sampai tersebar ke publik. Kelak mengundang bahaya yang besar. Sayangnya, si istri tidak mampu berlaku setia. Dihebahnya berita perihal tamu-tamu mereka kepada kaumnya.

Setelah mendengar berita yang menarik dan sangat ditunggu-tunggu itu, bergegas dan berpusu-pusulah mereka ke rumah Nabi Luth.

"Wahai Luth! Bukakan pintu ini dan serahkan anak-anak muda itu ke kami. Kami sangat membutuhkan mereka. Buka pintu ini cepat! "Salah seorang dari mereka menjerit-jerit sambil menendang daun pintu rumah Nabi Luth.

"Wahai Luth! Engkau larang kami dari mendekati anak muda, sebaliknya engkau sendiri menyimpan tiga orang pemuda, "jerit satu suara lainnya.

"Ya Allah, selamatkanlah kami," doa Nabi Luth sambil memandang ke arah para tamunya.

"Wahai kaumku! Aku ada anak gadis. Aku bersedia mengawinkan kamu dengan mereka jika kamu mau. Tinggalkanlah perlakuan buruk kamu selama ini. Dan janganlah kamu ganggu para tamu kami ini. "
Nabi Luth tidak henti-henti menasihati kaumnya.

"Ah! Usah ingin bersyarah di sini. Kami ke mari bukan untuk mendengar leteranmu. Kami ke sini untuk bersuka ria. "Suara-suara mereka kian tegas dan semakin tidak terkendali.

"Hai Luth! Engkau memang tahu kami tidak perlu ke wanita. Tapi kami yakin engkau tahu apa yang kami butuhkan sekarang. "

"Baik engkau serahkan mereka kepada kami segera. Kalau tidak kami akan pecah-pecahkan pintu ini. "

Nabi Luth tahu kemungkaran apa yang akan terjadi jika tamunya jatuh ke tangan mereka yang telah tenggelam dalam perlakuan yang melampaui batas itu. Beliau juga sadar, kalau dipertahankan sekalipun, mereka pasti mencoba untuk menerobos masuk. Kini, apa yang bisa dilakukan oleh Nabi Luth hanyalah berdoa kepada Allah SWT. Hanya karena Allah saja fokus terakhir, tempat beliau bertawakal dan tergantung harap.

Namun beliau temukan suatu keanehan; tidak terbayang sedikit pun tanda-tanda kekhawatiran di wajah para pemuda itu. Mereka terlihat begitu tenang dan bersahaja.

"Wahai Luth! Usah khawatir dengan ancaman mereka, "kata salah seorang dari pemuda itu. Nabi Luth seakan-akan tidak percaya dengan apa yang diucapkan oleh salah seorang tamunya. Beliau memandang tepat ke arah pemuda yang bersuara itu. Bunyi ketukan di pintu bertambah kuat dan keras.

"Wahai Nabi Allah! Sebenarnya kami adalah malaikat utusan Tuhanmu. Kami jamin mereka tidak akan dapat mengganggu kamu. Bawa keluarga dan pengikutmu keluar dari sini di akhir malam ini kecuali istrimu karena dia termasuk golongan yang durhaka. "

Kini, barulah Nabi Luth sadar bahwa pembalasan dari Allah atas sikap keterlaluan kaumnya telah hampir tiba .. Tepat ketika seperti yang ditentukan oleh Allah, penglihatan kaum yang durhaka itu ditarik, dan segera segalanya makin kelam, hitam. Setiap mata telah menjadi buta. Akibatnya, kondisi menjadi kebisingan-bingar dan bercelaru. Masing-masing jadi buntu dan hilang haluan, lantas bertemu satu sama lain.

Menjelang Subuh, tatkala Nabi Luth, beberapa keluarga dan pengikutnya sudah berada agak jauh dari perbatasan kota Sadum, maka turunlah azab Allah SWT. Allah memerintahkan malaikat memotong kedua perbatasan bumi warga Sadum itu dengan kedua sayapnya. Kemudian bumi itu diangkat tinggi ke langit dan diterbalikkan bagian yang atas ke bawah, yang bawah ke atas, lalu dihempas sekuat-kuatnya ke dasar bumi. Hancur berkecailah kota Sadum dan turut terkuburlah sama para praktisi homoseks di perut buminya.

Kemudian area itu dihujani pula oleh batu-batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi. Dan di dataran itu jugalah akhirnya terbentuknya sebuah lautan. Samudra yang disebut `Laut Mati`.



Ia adalah lambang kebesaran kerajaan Tuhan, juga sebagai tanda keadilan-Nya di dunia lagi agar manusia selalu mengagungkan dan membesarkan syariat-Nya.